Setelah bekerja sama dengan Putera Sampoerna Foundation
(PSF) selama 2 tahun, SMA Negeri Bali Mandara perlahan-lahan mulai melepas “bayang-bayang”
budaya yang dijalani bersama PSF. Mulai dari seragam, pin hingga program
sekolah. Salah satu yang terlihat berubah belakangan ini adalah adanya Sapta
Satya Peserta Didik SMA Negeri Bali Mandara. Mulai hari Selasa(16/7) lalu,
seluruh siswa mulai mengucapkan janji peserta didik yang berjumlah 7 poin utama
tersebut. Alasan lain di balik penggantian janji peserta didik yang awalnya
berjumlah 5 poin utama tersebut dikarenakan ingin adanya perubahan dalam
berbagai hal, keseragaman salah satunya. Salah satu contoh perubahan yang nyata
terlihat adalah penggunaan kata Catur Guru. Pada janji peserta didik yang lalu,
kata Catur Guru dipandang kurang menyeluruh penggunaannya dibanding dengan kata
orang tua.
Dalam hal penyusunan Sapta Satya Peserta Didik SMA
Negeri Bali Mandara mengadopsi berbagai sumber yang ada, 18 nilai karakter
bangsa dan janji peserta didik yang lalu contohnya. Di lain hal, penyusunan
Sapta Satya dilakukan oleh tim sekolah dengan berbagai macam usulan yanga ada.
Selain itu, dalam perumusan 7 poin Sapta Satya memang dirancang agar tidak
terlalu panjang, namun tetap padat dan jelas. Ini dikarenakan, jika jumlah poin
utama janji peserta didik tersebut terlalu banyak, tentu akan menghabiskan
banyak waktu dalam pelaksanaanya di upacara bendera.
Kendala pun mulai muncul ketika Sapta Satya berhasil
dirumuskan. Ini terlihat ketika dilakukan upacara pada hari Selasa lalu dimana
para siswa terlihat kesulitan mengikuti ucapan Sapta Satya yang terbilang baru.
Namun, hal tersebut masih dirasa wajar mengingat pelaksaannya yang baru
dilaksanakan 2 hari yang lalu Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala yanga
ada seperti kata-kata dan jeda intonasi yang masih asing, pihak sekolah pun
sudah menyiapkan waktu untuk dilakukan penyosialisasian Sapta Satya Peserta
Didik SMA Negeri Bali Mandara. Hal yang senada diungkapkan oleh salah seorang
peserta didik. “Sapta Satya ini memang masih perlu dilakukan sosialisasi. Biar
kita tahu maknanya lebih dalam dan juga sekaligus bisa menghafalnya”, ungkap
Ari Handayani.
Berbagai harapan muncul dengan adanya Sapta Satya ini.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang guru SMA Negeri Bali Mandara, Ibu
Citra. Beliau berharap agar para peserta didik mampu menghayati, memaknai,
mengimplementasikan dan yang terakhir tentu saja mengembangkan. Dengan telah
mampunya para peserta didik menghayati dan memaknai, tentu dengan mudah untuk
mengimplementasikan di lingkungan sekitar dan mampu mengembangkan dengan mampu
menjangkau lingkungan sosial yang lebih jauh.(wed)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar