Siswa mengikut program budidaya jamur dari proses
pembibitan sampai pemasaran. Terdapat 4 langkah (F1-F4) yang disebut perkembangbiakan murni dalam budidaya ini. Sebagai pemula yang baru mulai terjun
dalam usaha budidaya jamur ini, siswa memilih mengembangkan jamur dari media F4
(baglog). Media F1-F3 biasanya dibeli
dari petani lain. Dari segi
agrobisnis, langkah ini dirasa lebih efisien untuk mendapat perputaran modal
awal lebih cepat. Mereka memilih membeli beberapa baglog
seharga Rp. 2500 per buah. “Dari 500 baglog, para petani dapat penen 3-4
kg/hari dan 7-9 kg pada masa
panen puncak,” terang Dewa
Kertiasa, pembina PBKL di Smanbara.
Untuk pemasaran, hasil panen budidaya
jamur dilakukan oleh siswa SMA Negeri Bali Mandara (Sampoerna Academy). Sebelum dijual, siswa memberikan kemasan
yang bagus agar bisa menarik pembeli. Jamur yang sudah dikemas dijual di
sekitar daerah Kubutambahan seperti tempat pariwisata Air Sanih. Usaha
ini juga menerima permintaan jamur dari masyarakat luas.
Selain dijual langsung, hasil budidaya
jamur juga diolah menjadi kripik
jamur yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kripik jamur itu dibuat oleh
siswa. Rasanya sangat gurih dan dijual dengan kemasan yang menarik. Dengan
pengolahan ini, hasil panen pada masa puncak yang tidak habis dijual dapat dimanfaatkan
tanpa harus mengurangi nilai ekonomisnya. Harga kripik jamur per kemasan mencapai Rp 5.000,00. Satu
kemasan itu hanya menggunakan 0,20 kg jamur. Budidaya jamur tiram di
Smanbara (sebutan untuk sekolah ini)
diharapkan dapat menjadi panutan bagi
generasi muda lainnya sebagai bekal
menciptakan lapangan kerja sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar