Rabu, 30 Januari 2013

Proses budidaya jamur

Siswa mengikut program budidaya jamur dari proses pembibitan sampai pemasaran. Terdapat 4 langkah (F1-F4) yang disebut perkembangbiakan murni dalam budidaya ini. Sebagai pemula yang baru mulai terjun dalam usaha budidaya jamur ini, siswa memilih mengembangkan jamur dari media F4 (baglog). Media F1-F3 biasanya dibeli dari petani lain. Dari segi agrobisnis, langkah ini dirasa lebih efisien untuk mendapat perputaran modal awal lebih cepat. Mereka memilih membeli beberapa baglog seharga Rp. 2500 per buah. “Dari 500 baglog, para petani dapat penen 3-4 kg/hari dan 7-9 kg pada masa panen puncak,” terang Dewa Kertiasa, pembina PBKL di Smanbara.
Untuk pemasaran, hasil panen budidaya jamur dilakukan oleh siswa SMA Negeri Bali Mandara (Sampoerna Academy). Sebelum dijual, siswa memberikan kemasan yang bagus agar bisa menarik pembeli. Jamur yang sudah dikemas dijual di sekitar daerah Kubutambahan seperti tempat pariwisata Air Sanih. Usaha ini juga menerima permintaan jamur dari masyarakat luas.
Selain dijual langsung, hasil budidaya jamur juga diolah menjadi kripik jamur yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kripik jamur itu dibuat oleh siswa. Rasanya sangat gurih dan dijual dengan kemasan yang menarik. Dengan pengolahan ini, hasil panen pada masa puncak yang tidak habis dijual dapat dimanfaatkan tanpa harus mengurangi nilai ekonomisnya. Harga kripik jamur per kemasan mencapai Rp 5.000,00. Satu kemasan itu hanya menggunakan 0,20 kg jamur. Budidaya jamur tiram di Smanbara (sebutan untuk sekolah ini) diharapkan dapat menjadi panutan bagi generasi muda lainnya sebagai bekal menciptakan lapangan kerja sendiri.

SMAN Bali Mandara: Budidaya Jamur Tiram di Daerah Panas

Mengembangkan budidaya jamur tiram memang sangat menguntungkan. Tingginya permintaan pasar dan mudahnya proses budidaya jamur tiram menjadi salah satu alasan mengapa jenis jamur ini lebih sering dibudidayakan masyarakat dibandingkan jenis jamur lainnya.
Selama ini, sebagain besar masyarkat beranggapan bahwa kendala utama yang dihadapi dalam menjalankan budidaya jamur tiram adalah faktor pemilihan lokasi budidaya yang sesuai dengan habitat hidup jamur tersebut. Biasanya pertumbuhan jamur tiram akan optimal sepanjang tahun bila lokasi budidayanya sesuai dengan habitat aslinya, yakni di kawasan pegunungan atau di daerah dataran dengan ketinggian antara 400-800 meter di atas permukaan air laut (mdpl), serta memiliki suhu udara sekitar 20-28°C dengan tingkat kelembapan sekitar 70% sampai 80%. Lalu bisakah jamur tiram dibudidayakan di daerah panas?
Masyarakat yang berada di daerah dataran rendah khususnya di lingkungan yang cukup panas, kini tidak perlu takut lagi untuk mencoba budidaya jamur tiram. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyiasati kondisi lingkungan dalam membudidayakan jamur tiram di daerah panas. Menurut Dewa Made Kertiyasa yang telah berpengalaman membudidayakan jamur tiram, pembudidayaan jamur dapat dikembangkan di mana saja. “Meskipun di daerah panas, jamur ini dapat tetap tumbuh dengan baik. Cuaca dan kondisi tanah tak berpengaruh selama kita dapat  menjaga suhu antara 20-250C dan kelembapan 50-75%,” jelas lelaki tamatan 1995 SMK Pertanian Singaraja itu.
SMAN Bali Mandara (Sampaurna Academy) yang terletak di Desa Kubutambahan dengan suhu yang cukup panas telah dicoba menjadi tempat pengembangan budidaya jamur tiram. Siswa-siswi sekolah negeri bertaraf internasional hasil kerja sama antara Pemerintah Provinsi Bali dan Putra Sampoerna Foundation ini telah belajar menekuni budidaya jamur tiram jenis Simeji florida melaui program PBKL (Program Berbasis Kompetensi  Lokal). Tak hanya diajarkan teori, dalam program ini,  para siswa juga diajarkan praktik langsung di lapangan.  Selain bertujuan untuk menambah pengetahuan, program ini juga membekali siswa agar dapat menciptakan lapangan kerjas secara mandiri. Hasil yang diperoleh dari program itu sangat memuaskan.
Dalam mengatasi kondisi lingkungan yang panas, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat bangunan kumbung jamur dengan sistem sirkulasi buka tutup. Sistem sirkulasi buka tutup artinya menutup sirkulasi kumbung jamur di siang hari agar kelembapan di dalamnya tetap terjaga, dan membukanya pada malam hari sehingga suhu ruangan di dalam kumbung jamur bisa lebih dingin.
Bangunan tempat budidaya jamur menggunakan bahan atap yang tidak menyerap panas. Hal ini penting agar intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam kumbung jamur tidak berlebihan. Beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai atap kumbung jamur antara lain anyaman bamboo atau genteng.
Faktor kelembapan merupakan syarat utama yang harus terpenuhi dalam budidaya jamur tiram sebab kelembapan udara sangat berpengaruh pada pertumbuhan jamur. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan tong sebagai wadah air di dalam kumbung jamur untuk meningkatkan kelembapan ruangan.
 Karena lokasi budidaya jamur berada di daerah panas, pengembang program budidaya jamur membuat bangunan kumbung di tempat yang teduh atau dekat dengan pepohonan. Untuk menciptakan suhu yang lebih dingin, di disekeliling kumbung jamur ditanam banyak pohon rindang (perdu). Di samping itu, disain bangunan juga sangat diperhatikan. Pintu kumbung tidak berada di arah matahari terbit atau terbenam, hal ini dilakukan untuk mencegah sinar matahari langsung masuk ke ruangan kumbung. Dalam memperlancar sirkulasi udara di dalam kumbung jamur tiram, tinggi bangunan kumbung dibuat lebih tinggi atau tidak kurang dari 4 meter. Biasanya, di daerah dingin rak penyimpanan baglog jamur dibuat pada kumbung jamur bisa mencapai 5 tingkat, tetapi rak yang dibuat di daerah panas tidak lebih dari 3 tingkat.
Karena lokasi kumbung jamur berada di daerah panas, siswa melakukan penyiraman lebih sering dibandingkan di daerah pegunungan. Penyiraman baglog jamur dilakukan minimal tiga kali dalam sehari. Itulah strategi yang telah diterapkan oleh siswa SMAN Bali Mandara (Sampoerna Academy) untuk mengatasi suhu yang cukup panas dalam mengembangkan budidaya jamur tiram.

Senin, 28 Januari 2013

Young Smanbara Scientist Club: Starting from Innovation Towards a Future Leader




"Everything changes, nothing is everlasting, eternal is change itself," says a famous Greek philosopher trying to express that no one thing is certain in this world except change. Change happens all the time, even every second. The main key to the challenges of change is innovation. Where there is an innovation, that is where the figure of an emerging leader. Leaders and innovation are two things that should always go hand in hand.
Innovative is one item of the Nine Core Value of SMAN Bali Mandara (Sampoerna Academy). Schools with vision creating future leaders with strong moral values, life skills and an awareness of global environmental issues is one of schools in Bali that the values ​​of leadership with the ultimate goal can be scored the leader of the future with concern for global issues and thoughts with high innovation.
One of the many forms of innovation and awareness of global issues for students of SMAN Bali Mandara is through scientific papers. Through scientific papers students can pour all the creative and innovative ideas. As we know, the current global issues really are at the peak fame is back to nature. One important section of this issue is the use of waste as well as the development of renewable energy sources.
Various outstanding works in the field of development of renewable energy have created a lot of creative thinking and innovative idea of SMAN Bali Mandara students. The work of the SMAN Bali Mandara students writing "Young Smanbara scientis Club" last October has successfully achieved prize for Innovation Essay Contest held by PT (Persero) Distribution PLN Bali. In the general category competition, three contingents of SMAN Bali Mandara managed to be the top 10 finalists and competed with other participants, mostly from students and faculties. Contingent SMAN Bali Mandara paper entitled "Utilization of feces in Dormitory SMAN Bali Mandara into Biogas Biodigester Method" won the second, represented by Viona Damayanti, Rama Wijaya and Orna Govinda Jaya. The idea that is so creative appeared because the increasing need for alternative energy development with the raw materials that are cheap and easily obtained. In the development of biogas, the raw material is very abundant in the dorm of SMAN Bali Mandara.
A second contingent was represented by Linda Permitasari, Lilis Mahayani Dewi Sinta and successfully won third place. Innovative ideas of the paper entitled "Hydrogen Power Plant Hydro-Electricity With Methods to Develop Electric Energy Sources in District Kubutambahan" is based on the thought difficult access to electricity in some areas Kubutambahan. Although only managed to be a finalist, the idea of ​​a third contingent, Surminiari and Retno Fitriandari, equally innovative with his work entitled "Efficiency Briquette of Biodegradable Organic Waste as Alternative Energy towards SMAN Bali Mandara GREAT (green, share, care, clean and healthy)". This paper is more focused on the development of alternative energy as a solution of the rare and expensive fuel nowadays. The raw material briquettes are very easy to obtain, the organic waste from the twigs, leaves, and other organic waste.
Clearly it can be seen that these works are based on the concern SMAN Bali Mandara’s students to the environmental issue. However, innovation is not only beneficial for the local area Kubutambahan and Buleleng, but also be very beneficial for global environment. This is certainly consistent with one of the qualifications to be possessed by a leader that think global, act local.
Innovation and creativity will certainly continually to bring a good change for a leader and this country. Concern for the environment that is balanced with innovation is one of the vital needs in the midst of a leadership crisis that hit the country. Through the writing of scientific papers is expected to improve the sensitivity of students especially students of SMAN Bali Mandara on global issues that can be created sensitive leader to any changes that can bring an innovation to meet the challenges and changes. (Surminiari / SMAN Bali Mandara)

Selasa, 22 Januari 2013

SOSIALISASI KAIST KOREA

Sosialisasi KOREA ADVANCE INSTITUTE OF SCIENCE AND TECHNOLOGY dari Komang Adi Aswantara, alumni KAIST yang mendapat full scholarship & biaya hidup di KAIST, Korea

MENABUNG WAKTU DENGAN PRESTASI



Pagi yang cerah menyambut senyum dari warga SMA N Bali Mandara. Peluh yang leleh di kerah baju merupakan pertanda kerja keras yang tiada henti dari seluruh warganya. Layaknya sekolah baru lainnya, SMA N Bali Mandara atau yang biasa di sebut SMANBARA merupakan sekolah yang kini tengah gencar mendulang prestasi demi prestasi yang ada. Semangat dan tekad siswa serta pembinanya untuk terus melangkah maju, tak pernah luntur walau diterpa seribu halangan.
            Saat ini mungkin merupakan puncak kejayaan dari SMANBARA dalam penorehan prestasi-prestasi yang gemilang. Dapat dilihat deretan piala-piala penghargaan berjejer di salah satu sudut istimewa ruang office SMANBARA. Hal yang paling menarik perhatian adalah sebuah deretan piala berukuran besar dengan beragam bentuk unik. Piala-piala tersebut merupakan piala bergilir yang diperoleh oleh Sampoerna Academy Bali ini untuk kurun waktu tiga bulan terakhir.
            Sebagian besar piala bergilir yang masih hangat keberadaannya tersebut merupakan piala hasil lomba di Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA). Salah satu piala yang paling menarik perhatian saat ini yaitu piala bergilir lomba LKTI BK bertema Kenakalan Remaja. Piala yang tingginya berkisar 150 cm tersebut merupakan hasil jerih payah dari dua orang siswi SMANBARA yaitu Wiwik dan Juli Mariadi. Persaingan yang sangat ketat dengan lawan yang tangguh rupanya tak menyurutkan semangat pejuang mereka hingga akhirnya mampu memboyong piala jumbo tersebut ke sekolah tercinta.
            Kejuaraan di bidang BK ini merupakan salah satu pencapaian yang luar biasa setelah sebelumnya pernah mengalami kegagalan. Mungkin tak lepas dari ingatan siswa kelas sebelas SMA N Bali Mandara mengenai perjuangan siswa dalam lomba yang sama. SMANBARA hanya menyandang predikat sebagai peringkat ke tujuh finalis dan itupun tanpa ada bukti nyata berupa tropi maupun sertifikat. Kini ketiadaan itu berubah dan tergantikan oleh hal yang sangat luar biasa. Dari awalnya hanya lembaran hampa, berubah menjadi sebuah tropi berukuran jumbo yang harus dipertahankan keberadaannya di sekolah ini.
            Begitu semangatnya siswa SMANBARA menabung waktunya dengan mendulang banyak prestasi. Kini hanya tinggal menunggu waktu untuk generasi berikutnya. Mempertahankan suatu hal memang lebih sulit dibandingkan dengan meraihnya. Jadi diharapkan generasi SMANBARA kedepannya mampu mempertahankan keberadaan piala-piala tersebut dan mampu pula menorehkan prestasi baru yang lebih gemilang.Semoga.(Lestari & Diana)