Selasa, 30 Juli 2013

menggapai cita-cita bersama SMA Negeri Bali MAndara

Komang Yogi Trisna Permana itulah nama saya. Saya sering dipanggil Yogi. Saya lahir 15 tahun lalu tepatnya tanggal 8 Januari di Singaraja. Ayah saya bernama I Made Sumadia. Beliau seorang sopir. Ibu saya Nyoman Kariastini buruh yang bekerja di usaha bibi saya. Saya mempunyai 4 saudara kandung: 2 kakak laki-laki dan dua adik perempuan.
Kehidupan keluarga kami sangat sederhana. Ibu dan bapak saya pernah tidak makan satu hari dan kami anak-anaknya hanya makan nasi dengan lauk sambel. Setahun lalu hanya ibu saya yang bekerja dan bapak saya pengangguran.
Sejak kelas 2 Smp saya mengikuti ibu saya bekerja bersama adik saya di rumah bibi saya. Kami memang harus bekerja karena upah bapak dan ibu saya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tiap hari saya dan adik bekerja sepulang sekolah di rumah bibi yang dekat dengan rumah saya. Usaha bibi saya kue sederhana seperti wajik, lapis, taluh penyu, apem dsbnya, Tugas saya hanya membungkus kue-kue itu. Dengan upah 10 ribu sehari sudah cukup bagi saya untuk saya tabung di bank swasta. Semua keperluan saya tidak membebani orang tua. Bila orang tua saya membutuhkan uang, saya dan adik meminjamkannya
Pelajaran yang saya sukai adalah matematika dan hobby saya sepak bola. Saya memiliki tim “ Putra MAritim PS” sebuah klub sepakbola yang dibentuk oleh masyrakat sekitar. Walaupun kami belum pernah menang kami selalu bersemangat berlatih.
Setelah mendaftar dan di terima di SMA Bali Mandara saya bertekad membanggakan kedua orangtua saya. Saya ingin menggapai cita-cita saya di SMA bali MAndara.

Senin, 22 Juli 2013

Pengunduran yang membawa keberuntungan

Nama saya Ni Luh Eva Ardonisi. Saya lahir 14 tahun yang lalu di sebuah rumah sakit yaitu rumah sakit umum daerah BAngli. Asal asli saya dari Karangasem Kubu. Tapi sejak saya berumur enam bulan keluarga saya mendapatkan masalah besar. Ayah saya I Gede Ardana menglami kecelakaan dan meninggal di tempat. Ketika itu saya yang masih berumur enam bulanmasih bayi mungil yang tidak tahu apa-apa. Ibu saya Ni Made Setiasih menghidupi saya seorang diri dengan seorang putrid.
Ada saat di mana saya mulai mengetahui ayah saya sudah meninggal. Saat umur 5 tahun saat saya sudah menginjakan kaki di sekolah dasar baru kelas satu SD. Seorang nenek yang saya kenal menceritakan tentang keadaan keluarga saya. Ia mengatakan kalau ayah saya yang sekarang bukanlah ayah kandung saya melainkan salah seorang adik dari ayah kandung saya.   Saya pun menanyakan kepada kedua orang tua saya dan mereka mengatakan bahwa merekalah orang tua kandung saya. Namun akhirnya saya tahu kalau beliau bukan ayah kandung saya dari kakek.
Saya sejak SD tinggal bersama dengan kakek nenek saya di Bangli dan sudah terbiasa hidup tanpa ibu. Biasanya setiap upacara keagamaan atau liburan sekolah ibu saya selalu menjemput saya untuk pulang ke karangasem. Ketika saya akan menyelesaikan SMP saya melanjutkan di SMP 1 Kubu pindah dari SMP N 1 Tembuku. Saya mendapat informasi mengenai SMA Bali Mandara dari guru saya yang memberikan beasiswa kepada siswa. Mendengar informasi tersebut saya merasa sangat tertarik. Tetapi saya mengalami masalah ketika mendownload formulir pendaftaran. Berkali-kali  ke warnet terdekat karena warnet terdekat dari rumah saya tutup.
Empat hari sebelum penutupan, saya baru bisa mengisi formulir. Dengan dibantu oleh orang tua dan guru-guru saya kira semuanya akan tepat waktu. Ternyata tidak. Dari pihak sekolah ternyata mengalami kendala dan tidak dapat mengantarkan formulir. Dengan kecewa saya membatalkan pendaftaran. Namun saya mendengar bahwa pendaftaran masih diperpanjang. Saya ingin mendaftar ulang lagi namun gagal lagi karena saya tidak ada yang mengantar. Mungkin Tuhan memberikan jalan yang terbaik dan tanpa saya duga pendaftaran diperpanjang lagi untuk ketigakalinya. Dan sehari sebelum penutupan sayapun datang ke SMA Bali MAndara untuk pertama kalinya.
Setelah pengumpulan formulir, saya mengikuti tahap home visit. TAhap home visit saya lulus dan mengikuti Boot Camp. Selama tiga hari saya mengikuti Boot Camp, di luar dugaan saya lulus. Tanpa pikir panjang saya menelepon ibu saya yang tinggal jauh dari saya. Saya ingin sekali sekolah di SMA Bali MAndara karena kondisi keluarga saya.

Rasa bangga dan syukur terlihat di wajah ibu saya begitupun sang paman yang sudah saya anggap sebagai ayah. Dan untuk ibu saya tercinta, terimakasih atas semangat dan doa ibu yang mebuat saya berjuang keras untuk bisa bersekolah di SMA Bali MAndara

Minggu, 21 Juli 2013

Bangkit dan bangkit

Nama saya I Made Agus Herma Saputra, saya lahir pada tanggal 12 Desember 1997. Saya anak kedua dari pasangan I ketut Suirka dan Ni Made Puspita sari. Saya tinggal di banjar dinas Bantas Bale Agung, Desa Bantas, kecamatan Selemadeg timur, Kabupaten Tabanan.
Pada saat SD saya sekolah di SD 1 Bantas, saya memiliki prestasi yang banyak dan terus mendapat ranking 1 di kelas. Namun pada saat kelas 5 Sd ayah saya pergi selama-lamanya meninggalkan saya karena sakit keras. Setelah kejadian itu saya mulai tegar, mandiri dan berjuang keras untuk membanggakan keluarga dengan belajar giat.
Pada saat SMP kelas VIII ibu saya menikah dan saya diangkat sebagai anak oleh paman saya. Itu membuat saya sedih dan prestasi saya SMP menurun. Tapi dengan itu saya mencoba bangkit dan bangkit. Setelah kakak saya menikah, saya tinggal dengan nenek saya yang saki-sakitan di rumah saya yang sederhana. Saya berubah menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.

Sebelumnya saya bingung bersekolah di mana. Dan dari dulu saya ingin bersekolah di SMA 1 Tabanan, tapi biaya terlalu tinggi dan akan membebani keluarga saya. Guru SMP saya menyarankan saya bersekolah di SMA N Bali Mandara karena gratis dan proses belajar mengajar bagus. Kemudian saya mendaftar di sini dan syukurlah saya diterima. Saya ingin membanggakan keluarga, diri sendiri dan sekolah  

Rabu, 17 Juli 2013

Keyakinan, Langkah Awal Merajut Mimpi dan Cita-Cita



Terasa hiruk pikuk di lingkungan SMA Negeri Bali Mandara menjadi kian ramai dengan kehadiran 75 peserta didik baru tahun ajaran 2013/2014. Mereka datang dari berbagai kabupaten se-Provinsi Bali mulai dari Kabupaten Buleleng, Karangasem, Bangli, Badung, Klungkung, Jembrana, Gianyar, Negara, sampai Denpasar. Dengan berbagai latar belakang berbedaserta keseharian yang berbeda pula, mereka datang dengan tujuan yang sama yaitu menempa pendidikan untuk menjadi pribadi yang sukses dan lebih sejahtera dari sebelumnya.
Seperti halnya yang disampaikan oleh salah satu siswi baru SMA Negeri Bali Mandara, Ni Luh Kastiwi. “Saya sangat bersyukur bisa sekolah di sini, selain untuk meringankan beban orang tua, saya juga berharap bisa menjadi orang yang sukses setelah tamat di sini dan mengubah taraf hidup keluarga.” kata gadis yang berasal dari Kabupaten Buleleng ini. Gadis yang biasa disapa Tiwi ini, memiliki keseharian yang hampir sama dengan anak-anak perempuan seusianya. Sehari-hari ia bekerja membantu ibunya di rumah sepulang sekolah. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga sedangkan ayahnya bekerja sebagai buruh harian. Penghasilan ekonomi mereka belum bias mencukupi seluruh kebutuhan keluarga termasuk pendidikan Tiwi.
“Dari SD sampai SMP, biaya pendidikan sekolah saya ditanggung oleh yayasan Anak Indonesia. Jadi orang tua saya tidak perlu lagi memikirkan biaya sekolah saya. Karena sekarang saya sudah diterima di sekolah ini, beasiswa dari yayasan itu pun dilepas.” tambahnya. Saat pertama kali menginjakkan kaki di SMAN Bali Mandara, ia merasa sangat beruntung karena kini bisa menjadi salah satu anggota dari keluarga besar SMAN Bali Mandara. Menurutnya sekolah ini adalah sekolah asrama yang sangat polpuler karena berbagai prestasi dari siswanya.
“Bangga rasanya bisa sekolah di sini karena sebelum ke sini saja saya sudah mendapat banyak info-info tentang keunggulan serta prestasi sekolah ini. Awalnya saya tahu tentang SMA Negeri Bali Mandara ini dari salah satu kakak kelas saya Suwijati yang juga bersekolah di sini. Dari sana saya mulai lebih banyak mencari informasi untuk bisa sekolah di sini.” jelasnya. Dengan ambisi dan keyakinannya, Tiwi berharap bisa menempa pendidikan dan mengumpulkan ilmu sebanyak mungkin untuk jadi siswa yang berprestasi seperti siswa lainnya di sekolah ini terutama dibidang sastra dan bahasa.
Siswi yang bercita-cita sebagai guide ini juga sangat suka berbicara. “Setelah selesai bersekolah dan menempuh pendidikan, saya bercita-cita untuk menjadi seorang guide karena saya juga lumayan suka bahasa inggris. Untuk memantapkan kemampuan bahasa inggris, saya juga sempat mengikuti kegiatan les di luar sekolah dan tentunya dibiayayai oleh yayasan Anak Indonesia.” jawab gadis berambut hitam pekat ini. Di SMAN Bali Mandara ini nantinya Tiwi akan menuntut ilmu dan mulai merajut mimpinya untuk menjadi pribadi yang sukses ke depannya. Walaupun harus jauh dari orang tua, ia yakin bahwa ini adalah jalan terbaik untuk mewujudkan mimpi dan cita-citanya.(day)

Buka MOPDB SMAN Bali Mandara, Kabiddikmen Sematkan Nametag Peserta


SMABARA, EXPRESS -Setelah melaksanakan upacara pengukuhan siswa secara niskala, yaitu upacara Upanayana satu hari sebelumnya. Peserta didik baru SMA Negeri Bali Mandara yang berlatar belakang keluarga yang lemah secara ekonomi, siapuntuk mengikuti proses pembekalan serta pengenalan kehidupan sekolah secara khusus dalam kegiatanMOPDB. Kegiatan masa orientasi peserta didik baru (MOPDB) ini dibuka secara resmi oleh Kabiddikmen Provinsi Bali,yaitu I Wayan Sarinah yang pada saat itu diundangsebagai pembina upacara.
Dalam kesempatan tersebut beliau menyampaikan kepada para peserta didik baru tentang apa yang harus selalu mereka ingat dalam menempatkan diri dikehidupan masyarakat. Tiga pokok dari sekian yang disampaikan Pak Wayan Sarinah adalah kedisiplinan, berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan mengerti bagaimana suatu hierarki tersebut.
Penyematan tanda peserta MOPDB pun dilayangkan kepada kedua perwakilan siswa baru yakni, Juniarta dan Suyartini Dewi dengan didampingi oleh I Nyoman Darta sebagai Kepala SMA Negeri Bali Mandara. Disaat yang bersamaan pula diikuti oleh masing-masing peserta didik baru lainnya. Tujuh puluh lima peserta didik baru yang telah berhasil lolos akan mengikuti kegiatan MOPDB ini selama satu minggu yang dihitung sejak hari ini, Senin 15 Juli 2013. “Semoga MOPDB berjalan lancar dan sukses. Dan peserta didik baru dapat memahami materi yang disampaikan serta dapat diterapkan dikemudian hari,” papar Ketua Panitia MOPDB, Eka Sumarsana yang ditemui seusai upacara.(YAN)

SANJAYA: “DAPAT MEMBAHAGIAKAN ORANG TUA DAN GURUKU ADALAH SUATU HAL YANG AKU BANGGAKAN”


Kini keluarga besar SMA Negeri Bali Mandara bertambah 75 orang lagi. Seorang siswa yang berpengalaman dalam bidang ilmu pengetahuan sosial ini turut meramaikan hari-hari di Smanbara tercinta. Siswa yang biasa disapa Sanjaya oleh teman-temannya ini, telah mendapat tempat di hati siswa-siswi Smanbara. Belum tepat seminggu, siswa berkulit putih ini sudah bisa berinteraksi dengan teman-teman barunya. Susah dan senang, suka dan duka, pahit dan manis, juga akan menghiasi hari-harinya di sini. Berbagai karakter serta pengalaman baru akan ia dapatkan di sekolah berasrama ini. Sebelum sampai di sini, ia telah melewati perjalanan hidup yang panjang.
Selama tiga tahun ia menimba ilmu di SMP Negeri 2 Mengwi, Kabupaten Badung, ia terus mengasah kemampuannya dalam berbagai bidang mata pelajaran khususnya salah satu bidang yang paling ia sukai, yaitu mata pelajaran IPS. Ia telah mengikuti ajang lomba bergengsi, yaitu Olimpiade Sains Nasional yang ia ikuti selama masa SMP. Merupakan suatu kebanggaan baginya bisa mengikuti olimpiade di bidang IPS yang sudah menjadi salah satu keahlian dalam dirinya. Hari-hari penuh tantangan dan resiko sudah biasa dijalaninya. Tetes demi tetes keringat bercucuran, bukan semata-mata tuntutan pelajaran namun juga untuk membantu orag tuanya bekerja. Hal itu ia lakukan untuk membanggakan kedua orang tuanya yang menjaga dan merawatnya sejak kecil. Satu pengalaman yang tak akan pernah ia lupakan adalah memperoleh medali perunggu OSN yang diraihnya saat duduk dibangku SMP.
Laki-laki yang bernama lengkap Kadek Sanjaya ini, menamatkan pendidikannya di SMP Negeri 3 Mengwi. Setelah tamat SMP, Sanjaya pun mulai melamar di beberapa sekolah yang ditargetkannya. Bukan hal yang mudah untuk mencari sebuah sekolah yang akan membantunya untuk meraih impian-impiannya. Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan, ia mulai mendatangi satu demi satu sekolah yang memerlukan peserta didik baru.
Sebelumnya, laki-laki kelahiran Denpasar, 7 september 1997 ini sempat bercita-cita untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil di kantor bea cukai atau pajak. Cita-cita itu terpikirkan sejak duduk di bangku SMP. Menggunakan pakaian dinas, membawa tas kantor, antar-jemput mobil dinas, hal itulah yang selalu terbayang dalam benaknya. Ia akan merajut impiannya di SMA Negeri Bali Mandara ini. Keberhasilannya sekarang masuk di sekolah yang didamba-dambakannya bukan tanpa dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Orang tuanya, I Ketut Suana dan Gusti Ayu Putu Sukerni, turut menjadi sumber motivasinya. Seperti prinsipnya, “Dapat membahagiakan orang tua dan guru adalah suatu hal yang aku banggakan”. Tak akan ada rintangan sekecil apapun yang bisa menghambat langkahnya menuju kesuksesan.
Di usianya yang genap 15 ini, ia telah menginjakkan kaki di SMA Negeri Bali Mandara. Merupakan suatu kebanggaan bisa berada di tengah-tengah keluarga besar Smanbara. Semua itu berkat kerja kerasnya selama ini. Ia berharap itu bukan sekedar kebanggaan untuk dirinya, melainkan untuk orang tua tercinta. Maka dari itu, ia tak pernah mengeluh akan hambatan-hambatan yang ada di depannya. Hidup tak selalu diawali dengan jalan yang mudah. Meski itu jalan yang berliku sekali pun, ia tak akan pernah mundur dari medan perang. Ini baru sebagian sukses yang diraihnya. Masih ada jalan panjang yang terbentang di depan. Semua belum berakhir, ini baru langkah awal, awal untuk mencapai kesuksesan, kesuksesan di masa depan.(and)

UPACARA UPANAYANA: KARAWISTA SIMBOL PELANTIKAN SISWA BARU SMAN BALI MANDARA



Suasana nampak berbeda di Padamasana SMAN Bali Mandara atau yang lebih sering disebut Smanbara (Minggu, 14/07). Hujan gerimis di tengah panasnya Desa Kubutambahan tidak menyurutkan semangat peserta didik baru angkatan ketiga SMANBARA untuk mengikuti serangkaian upacara Upanayana.
Setiap peserta didik baru harus melewati beberapa ritual sebelum mengikuti proses pembelajaran dan hidup berasrama di SMAN Bali Mandara. Upacara Upanayana merupakan ritual pertama yang wajib diikuti oleh setiap siswa baru di SMAN Bali Mandara. Upacara Upanayana merupakan sebuah ritual pengukuhan peserta didik baru secara niskala. “Upacara Upanayana bertujuan untuk melantik peserta didik baru secara niskala. Selain itu, upacara ini bertujuan untuk  memohon perlindungan kepada  para leluhur yang berstana di sekolah ini, serta untuk menyeimbangkan antara upacara pada sekala dan niskala,” ujar I Nyoman Darta Kepala SMAN Bali Mandara yang pada saat itu  memberikan sambutan dan menjelaskan apa itu Upanayana. Peresmian Upacara Upanayana kepada para peserta didik baru dilakukan dengan simbolis pemakaian karawista.

Upacara Upanayana diawali dengan natab tebasan prasista yang bermakna sebagai pembersihan secara rohani, kemudian dilanjutkan dengan persembahyangan bersama. “Melalui upacara Upanayana diharapakan selama tinggal di sekolah ini seluruh siswa hidup tentram dan tidak ada gangguan secara niskala.” ucap Ketut Budiasa salah satu guru di SMANBARA. Serangkaian acara Upanayana telah dilalui oleh seluruh siswa baru yang diakhiri dengan natab peras sehingga siswa baru telah resmi dilantik secara niskala.”Saya merasa lebih tenang dan nyaman sekarang, karena sudah minta izin untuk tinggal di tempat ini dan memohon perlindungan,” ucap Sandy salah satu peserta didik baru.  (n_darti)

Sapta Satya, Harapan Baru di Tahun Ajaran Baru





Setelah bekerja sama dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) selama 2 tahun, SMA Negeri Bali Mandara perlahan-lahan mulai melepas “bayang-bayang” budaya yang dijalani bersama PSF. Mulai dari seragam, pin hingga program sekolah. Salah satu yang terlihat berubah belakangan ini adalah adanya Sapta Satya Peserta Didik SMA Negeri Bali Mandara. Mulai hari Selasa(16/7) lalu, seluruh siswa mulai mengucapkan janji peserta didik yang berjumlah 7 poin utama tersebut. Alasan lain di balik penggantian janji peserta didik yang awalnya berjumlah 5 poin utama tersebut dikarenakan ingin adanya perubahan dalam berbagai hal, keseragaman salah satunya. Salah satu contoh perubahan yang nyata terlihat adalah penggunaan kata Catur Guru. Pada janji peserta didik yang lalu, kata Catur Guru dipandang kurang menyeluruh penggunaannya dibanding dengan kata orang tua.
Dalam hal penyusunan Sapta Satya Peserta Didik SMA Negeri Bali Mandara mengadopsi berbagai sumber yang ada, 18 nilai karakter bangsa dan janji peserta didik yang lalu contohnya. Di lain hal, penyusunan Sapta Satya dilakukan oleh tim sekolah dengan berbagai macam usulan yanga ada. Selain itu, dalam perumusan 7 poin Sapta Satya memang dirancang agar tidak terlalu panjang, namun tetap padat dan jelas. Ini dikarenakan, jika jumlah poin utama janji peserta didik tersebut terlalu banyak, tentu akan menghabiskan banyak waktu dalam pelaksanaanya di upacara bendera.
Kendala pun mulai muncul ketika Sapta Satya berhasil dirumuskan. Ini terlihat ketika dilakukan upacara pada hari Selasa lalu dimana para siswa terlihat kesulitan mengikuti ucapan Sapta Satya yang terbilang baru. Namun, hal tersebut masih dirasa wajar mengingat pelaksaannya yang baru dilaksanakan 2 hari yang lalu Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala yanga ada seperti kata-kata dan jeda intonasi yang masih asing, pihak sekolah pun sudah menyiapkan waktu untuk dilakukan penyosialisasian Sapta Satya Peserta Didik SMA Negeri Bali Mandara. Hal yang senada diungkapkan oleh salah seorang peserta didik. “Sapta Satya ini memang masih perlu dilakukan sosialisasi. Biar kita tahu maknanya lebih dalam dan juga sekaligus bisa menghafalnya”, ungkap Ari Handayani.

Berbagai harapan muncul dengan adanya Sapta Satya ini. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang guru SMA Negeri Bali Mandara, Ibu Citra. Beliau berharap agar para peserta didik mampu menghayati, memaknai, mengimplementasikan dan yang terakhir tentu saja mengembangkan. Dengan telah mampunya para peserta didik menghayati dan memaknai, tentu dengan mudah untuk mengimplementasikan di lingkungan sekitar dan mampu mengembangkan dengan mampu menjangkau lingkungan sosial yang lebih jauh.(wed)

Disiplin dan Bertanggung Jawab Berawal Dari PBB


Siang itu peserta kegiatan masa orientasi peserta didik baru (MOPDB) berbaris rapi di tengah lapangan SMAN Bali Mandara (SAMANBARA). Keringat basah mengguyur seluruh tubuh mereka karena terik matahari yang sekian detik menyusup ke pori-pori kulit. Ditemanai dengan sebotol air dan semangat mereka mengikuti kegiatan pasukan baris berbaris (PBB), Selasa (16/7).
Tidak hanya para peserta didik baru yang mengikuti kegiatan MOPDB ini melainkan kakak tingkat dari kelas XI dan XII juga sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan PBB ini. Kegiatan PBB ini dipimpin oleh beberapa orang tentara yang berasal dari kompi bantuan, beberapa dari mereka memang  sudah pernah menjadi pelatih dalam kegiatan sebelumnya sehingga para pelatih tidak asing lagi di SMANBARA.
Para pelatih memisahkan barisan antara kakak kelas dan peserta didik baru menjadi 4 pleton dan setiap pleton medapatkan pelatihnya masing-masing. “Walaupun capek, tapi saya tetap semangat dan senang karena bisa dilatih langsung oleh seorang tentara” kata salah satu siswa yang bernama Giri dari house Lion itu.
Intruksi dari para pelatih terus berkumandang sehingga diperlukan konsentrasi yang cukup tinggi untuk memahami perintah yang diberikan. Ada beberapa siswa yang melakukan kesalahan akan tetapi mereka tetap bersemangat dan fokus untuk mendengarkan intruksi pelatih. “Menjadi pelatih bagi peserta didik baru disini membuat kami merasa  senang karena mereka sangat antusis dalam mengikuti kegiatan,” ujar ketua kompi bantuan.

“Harapan saya kedepannya untuk para peserta didik baru disini agar mereka bisa menjdai orang yang disiplin dan memilki ketegasan dalam melakukan segala hal,” imbuhnya.(ta)

Senin, 15 Juli 2013

Hidup Seorang Ayah Kuli Bangunan



Made Astrawan merupakan ayah dari Ni Kadek Sri Aprilliani, siswa yang beruntung mendapat bantuan pendidikan SMA dari provinsi Bali. Beliau yang sehari-harinya bekerja sebagai kuli bangunan merasa sangat terbantu dengan adanya SMA Negeri Bali Mandara, apalagi istrinya hanya seorang ibu rumah tangga. Berkat sekolah ini anaknya dapat melanjutkan pendidikan menengah. “Saya baru pertama kali ke sekolah ini, kesan awal saya mengenai sekolah ini sungguh luar biasa bagus,” tutur lelaki paruh baya tersebut.
Senang dan bangga ia rasakan memiliki anak gadis yang memiliki talenta dan kompetitif di antara anak-anak remaja seusianya. Walaupun tempat tinggalnya di Karangasem dan harus menempuh 2,5 jam perjalanan menuju sekolah tempat anaknya kini menampung ilmu, Astrawan rela melepas anak sulungnya tinggal jauh dari dirinya. Hal tersebut karena situasi sekolah yang aman dan lingkungan sosial yang kondusif. “Gak ragu-ragu lagi saya menyekolahkan anak saya di sini,” tegas Astrawan.
Laki-laki ini mengaku tidak memiliki transportasi memadai sehingga harus bangun pagi-pagi buta menuju rumah kerabat anaknya yang juga berhasil lolos menjadi siswa di SMA Negeri Bali Mandara. “Saya numpang bersama teman anak saya yang juga sekolah di sini,” tutur Astrawan sembari membenahi letak topinya. Saat boot camp, anaknya diantar oleh pihak sekolah SMP 5 Amlapura.
            Bapak empat anak ini tidak memiliki tempat tinggal, bersyukur paman Astrawan mengijinkan untuk tinggal di rumahnya.“Ketiga adik Aprilia saya titipkan dengan paman saya,” ucapnya sambil membenahi tempat duduknya. Sebagai orang tua yang tidak dapat mengecap pendidikan jenjang tinggi, ia sangat berharap anaknya Sri Aprilliani menjadi sukses dan dapat membantu biaya sekolah ketiga adiknya.(p2n,evi,dsk)
           

                                                                                   

Minggu, 14 Juli 2013

Peserta Didik Baru SMA N Bali Mandara, Lewati 4 “Pos” Sebelum Masuk Asrama




Bayangan untuk menjadi siswa SMA ataupun tinggal di asrama mungkin sudah ada di benak peserta didik baru SMA N Bali Mandara tahun ajaran 2013/2014 sebelum akhirnya mereka menginjakkan kaki secara nyata di SMA N Bali Mandara di hari kedatangan peserta didik baru SMA N Bali Mandara (Minggu 14/07/13). Kedatangan para peserta didik baru tentunya tidak hanya menjadi hari yang mengesankan bagi mereka sendiri, tetapi juga para guru, siswa, dan segenap keluarga besar SMA N Bali Mandara yang sudah mempersiapkan segala kegiatan di hari baru ini.
Kegiatan di hari kedatangan peserta didik baru ini dimulai dengan pengecekan perlengkapan sekolah dan barang kebutuhan sehari-hari yang akan dilakukan dalam 4 pos pengecekan. Di setiap pos sudah siap beberapa panitia yang bertugas untuk mengecek barang-barang peserta didik baru. Di pos 1 dilakukan pengumpulan foto copy ijazah, raport, kartu keluarga (KK), JKBM, dan akte kelahiran. Di pos ini para peserta didik baru juga diberikan air minum dan name tag yang akan digunakan sebagai tanda pengenal selama masa orientasi peserta didik baru (MOPDB).
Pengecekan barang-barang asrama untuk kebutuhan sehari-hari dilaksanakan di pos 2. Pengecekan barang-barang ini dilaksanakan untuk memastikan bahwa barang-barang yang dibawa siswa sudah berdasarkan aturan yang ditetapkan. Memang, dalam hal ini siswa SMA N Bali Mandara memiliki peraturan yang cukup ketat, misalnya terbatasnya jumlah barang yang boleh dibawa. Hal ini tak lain dan tak bukan ditujukan sebagai salah satu bentuk pelatihan kedisiplinan siswa.
Hampir semua peserta didik baru telah mempersiapkan dan memperhitungkan barang-barang yang dibawanya. “Saya sudah mulai mempersiapkan barang-barang seperti baju, rok, dan yang lainnya sejak 2 minggu yang lalu”,tutur salah satu siswa. Tidak hanya mempersiapkan barang-barang, fisik dan mental pun juga mereka persiapkan untuk bisa tinggal di asrama. Banyak dari mereka yang juga mengaku menghabiskan liburan dengan memperdalam kemampuan dalam ber-Bahasa Inggris.
Selain mengedepankan bidang akademik, SMA N Bali Mandara juga memperhatikan dengan baik perihal moral dan kepribadian para siswanya. Sehingga, sebelum resmi menjadi siswa SMA N Bali Mandara, peseta didik baru harus menyerahkan barang elektronik seperti handphone untuk mendapatkan pengecekan di pos 3. Pengecekan dilakukan untuk memastikan bahwa barang-barang elektronik tersebut tidak disalah gunakan seperti untuk menyimpan hal-hal yang berbau pornografi. Setelah melewati pos 3, peserta didik baru yang didampingi oleh orangtuanya disambut hangat oleh siswa-siswi SMA N Bali Mandara di pos 4 untuk mendapat informasi mengenai sekolah.
Setelah melewati ke empat pos pengecekan, barulah para peserta didik baru diizinkan untuk meletakkan barang-barang mereka keasrama dan kemudian langsung menuju aula untuk mengikuti acara pembukaan oleh Kepala SMA N Bali Mandara serta sosialisasi tentang Transdental Meditation, yang merupakan salah satu kegiatan rutin yang akan dilakukan setelah menjadi siswa resmi SMA N Bali Mandara.

Sambil menunggu acara sosialisasi yang dilaksanakan setelah makan siang, banyak orang tua peserta didik baru yang sekedar mengobrol dengan siswa-siswi SMA N Bali Mandara mengenai kegiatan sekolah. Perihal perpisahan, sanak keluarga peserta didik baru mengaku merasa sedih sekaligus senang. “Sudah pasti saya merasa sedih harus meninggalkan anak saya di sini, tapi anak saya di sini tidak untuk bermain melainkan untuk belajar. Saya berharap anak saya belajar dengan baik hingga akhirnya sukses dan maju”, tutur salah satu orang tua siswa ketika ditanya tentang perasaanya meninggalkan anaknya di asrama.(ret&jul)